Rabu, 03 Oktober 2012

Hakikat Teknologi


MODUL 1
KONSEP DASAR TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI
(Oleh Resyi A.Gani, M.Pd.)

Pendahuluan

Ledakan informasi merupakan pertanda dari peluang dan tantangan yang akan dihadapi manusia di masa depan. Perkembangan volume informasi yang dicetuskan, dipindahkan, dan diterima akan terus dan semakin menggelembung. Seiring dengan itu, maka informasi pun meningkat pula. Pada masa itu manusia akan hidup dalam suatu tatanan masyarakat baru, yakni masyarakat informasi.
 Informasi memerlukan saluran untuk berpindah. Saluran tersebut adalah saluran komunikasi. Teknologi telah siap menghadapi kebutuhan tersebut, dengan semakin berkembangnya teknologi komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi antara pengirim dan penerima yang berjauhan dalam waktu singkat. Akibatnya batas-batas ruang dan waktu menjadi semakin kabur.
Secara umum bahan belajar mandiri 1 ini menjelaskan tentang hakikat informasi dan teknologi informasi, hakikat komunikasi dan teknologi komunikasi, yang mengarah kepada pemahaman konsep dasar teknologi informasi dan komunikasi. Oleh karena itu, setelah mempelajari bahan belajar mandiri ini, secara khusus Anda diharapkan menguasai tujuan pembelajaran sebaai berikut:
1.      Menjelaskan hakikat informasi, hubungan informasi dengan pengambilan keputusan, dan hakikat teknologi informasi
2.      Menjelaskan hakikat komunikasi dan manfaat teknolologi komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
3.      Menjelaskan hakikat teknologi informasi dan komunikasi dan manfaatnya bagi dunia pendidikan.
Untuk membantu Anda mencapai tujuan tersebut, bahan ajar mandiri ini diorganisasikan menjadi tiga Kegiatan Belajar (KB), sebagai berikut. Kegiatan Belajar 1 : Hakikat Teknologi Informasi Kegiatan Belajar 2 : Hakikat Teknologi Komunikasi Kegiatan Belajar 3 : Hakikat Teknologi Informasi dan Komunikasi.







Kegiatan Belajar – 1
HAKIKAT TEKNOLOGI INFORMASI
1. Hakikat Informasi
a. Pengertian Informasi
Berbicara mengenai informasi, tidak dapat dipisahkan dengan yang namanya data. Untuk itu, sebelum memahami konsep informasi dalam hal ini akan dibahas sepintas tentang data. Menurut Susanto (2002) data adalah fakta atau apapun yang dapat digunakan sebagai input dalam menghasilkan informasi. Data dapat berupa bahan untuk diskusi, pengambilan keputusan, perhitungan, atau pengukuran. Saat ini data tidak harus selalu dalam bentuk kumpulan huruf-huruf dalam bentuk kata atau kalimat, tetapi dapat juga dalam bentuk suara, gambar diam dan bergerak, baik dalam bentuk dua atau tiga dimensi. Bahkan sekarang mulai banyak berkembang data virtual/maya yang merupakan hasil rekayasa komputer. Jelasnya menurut Siagian (2002) data merupakan bahan ”mentah”. Sebagai bahan mentah, data merupakan input yang setelah diolah berubah bentuknya menjadi output yang disebut informasi.
Setelah Anda mengenal sepintas tentang data, maka marilah kita bicarakan apa yang dimaksud dengan informasi. Menurut Susanto (2002) informasi merupakan hasil dari pengolahan data, akan tetapi tidak semua hasil dari pengolahan tersebut dapat menjadi informasi. Hasil pengolahan data yang tidak memberikan makna atau arti serta tidak bermanfaat bagi seseorang bukanlah merupakan informasi bagi orang tersebut. Dari uraian tentang informasi ada tiga hal penting yang harus di perhatikan, di antaranya :
§ Informasi merupakan hasil pengolahan data
§ Memberikan makna
§  Berguna atau bermanfaat.
Selain dari pengertian informasi tersebut Mc. Leod (Susanto, 2002) mengemukakan bahwa suatu informasi yang berkualitas harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
§ Akurat, artinya informasi mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Pengujian terhadap hal ini biasanya dilakukan melalui pengujian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang berbeda-beda dan apabila hasil pengujian tersebut menghasilkan hasil yang sama, maka dianggap data tersebut akurat.
§ Tepat waktu artinya informasi itu harus tersedia atau ada pada saat informasi tersebut diperlukan, tidak besok atau tidak beberapa jam lagi.
§ Relevan artinya informasi yang diberikan harus sesuai dengan yang dibutuhkan. Kalau kebutuhan informasi ini untuk suatu organisasi maka informasi tersebut harus sesuai dengan kebutuhan informasi diberbagai tingkatan dan bagian yang ada dalam organisasi tersebut.
§ Lengkap artinya informasi harus diberikan secara lengkap.

b. Hubungan Data dan Informasi
Setelah mengenal pengertian data dan informasi, yang harus menjadi pertanyaan Anda adalah bagaimana hubungan data dan informasi. Untuk menghasilkan suatu informasi, kita terlebih dahulu harus tahu informasi apa yang diperlukan, selanjutnya kita harus tahu bagaimana mengolah suatu data menjadi informasi. Masalah inilah yang paling penting untuk disadari bahwa menentukan kebutuhan informasi apa yang harus disajikan bukan pekerjaan yang gampang. Apabila informasi yang diperlukan sudah ditentukan dengan baik dan tidak ada masalah dibidang pengolahan maka selanjutnya kita baru menentukan data apa yang harus disediakan.
Melihat masalah tersebut, tidak berbeda halnya apabila kita mau masak. Apakah kalau kita mau membuat atau memasak kita menyiapkan terlebih dahulu bahannya tanpa tahu bagaimana cara memasaknya dan mau memasak apa? Atau sebaliknya? Kita harus tahu dulu bagaimana cara memasak dan masakan apa yang kita inginkan saat ini, baru dicari bahannya. Cara yang terakhir inilah yang benar, demikian pula dalam menghasilkan informasi. Kita harus tahu terlebih dahulu informasi apa yang dibutuhkan, selanjutnya kita harus tahu bagaimana mengolah suatu data menjadi informasi. Pengertian bahwa informasi merupakan hasil pengolahan data melahirkan pemikiran lain. Maksudnya apakah suatu proses pengolahan data hanya terjadi satu kali? Bagaimana kalau setelah diproses, diproses lagi? Apakah informasi hasil pengolahan yang diolah kembali tetap merupakan informasi atau menjadi data? Gambar berikut ini, dapat memperjelas bagaimana hubungan antara data dan informasi.
Gambar 1.1 Model dasar sistem informasi

Gambar 1.2 Pengolahan kembali informasi

Berdasarkan gambar 1.2 di atas dapat disimpulkan bahwa pada saat tertentu data dan informasi berbeda. Tetapi pada saat yang lain sesuatu yang telah menjadi informasi mungkin menjadi data pada pengolahan selanjutnya, atau sesuatu yang menjadi informasi bagi si A, bagi si B mungkin merupakan data yang harus diolah lebih lanjut guna menghasilkan informasi.
Sebagai tambahan pemahaman tentang informasi, menurut Nasution (2001) informasi merupakan sesuatu yang lebih sementara (transitory) daripada pengetahuan. Informasi memiliki nilai pada seseorang, seperti informasi harga saham, headline berita, balance bank, atau info di mana membeli sepatu yang bagus, semua hal itu bersifat sementara (momentary) dan bukan berarti abstrak. Informasi dapat menyumbang untuk pengetahuan dalam arti digunakan untuk mendukung atau menolak suatu teori.
Informasi menurut Koswara (1998) tidak pernah ada informasi yang bersifat ”netral”. Suatu informasi selalu diciptakan berkaitan dengan konteks pola pikir tertentu untuk melayani kebutuhan-kebutuhan, baik yang bersifat nasional, organisasi, maupun kebutuhan personal atau pribadi. Informasi tidak dapat dikatakan baik atau buruk. Penilaian seperti itu hanya dibuat oleh pemakai informasi yang banyak bergantung pada pengetahuan dan pola pandang masing-masing. Untuk itu, maka kita harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang ragam sumber informasi. Pemahaman akan keragaman informasi tersebut akan membantu kita dalam mengakomodasi, menganalisis, dan mendiseminasi informasi lebih lanjut. Apabila hal itu tidak tampak pada diri kita, tidak mustahil dapat menimbulkan kebingungan dan kesalahan perlakuan terhadap informasi yang sampai pada user.

c. Komponen-komponen Informasi
Dalam fenomena yang multi-dimensional, kita dapat mengenal enam komponen informasi yang masing-masing memiliki sifat, karakteristik, dan kekhasan masing-masing. Adapun keenam komponen atau jenis informasi tersebut adalah sebagai berikut.
a. Absolute information, merupakan ’pohonnya’ informasi, yaitu jenis informasi yang disajikan dengan suatu jaminan dan tidak membutuhkan penjelasan lebih lanjut.
b. Sustitutional infomrtion, yaitu jenis informasi yang merujuk kepada kasus di mana konsep informasi digunakan untuk sejumlah informasi. Dalam pengertian ini, informasi kadangkala diganti dengan istilah ’komunikasi’
c. Philosophic information, yaitu jenis informasi yang berkaitan dengan konsep-konsep yang menghubungkan informasi pada pengetahuan dan kebijakan.
d. Subjective information, yaitu jenis informasi yang berkaitan dengan perasaan dan emosi manusia. Kehadiran informasi ini bergantung pada orang yang menyajikannya.
e. Objective information, yaitu jenis informasi yang merujuk pada karakter logis informasi-informasi tertentu.
f. Cultural information, yaitu informasi yang memberikan tekanan pada dimensi kultural.

Keenam komponen informasi tersebut, satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan memiliki unsur ketergantungan. Dalam memberikan pemahaman terhadap suatu komponen, informasi tidak terlepas dari pengetahuan unsur budaya seseorang dan pemahaman seseorang terhadap suatu komponen informasi yang merupakan alat bagi pemahaman komponen-komponen lainnya.
Sehubungan dengan pemahaman Anda tentang informasi, sudah tentu Anda sering mendengar ungkapan bahwa saat ini kita sudah memasuki ”era informasi”. Artinya semakin disadari oleh banyak pihak bahwa informasi merupakan sumber daya yang makin penting perannya dalam kehidupan dan penghidupan manusia. Bahkan dapat dikatakan bahwa informasi telah menyentuh seluruh kehidupan manusia, meskipun teknologi yang menghasilkannya mungkin tidak dipahami, apalagi dikuasainya.
Informasi diperlukan bukan hanya oleh individu dan berbagai kelompok dalam masyarakat, akan tetapi juga oleh semua jenis organisasi, termasuk organisasi bisnis, organisasi sosial, organisasi politik, birokrasi pemerintahan dan organisasi nirlaba, termasuk organisasi keagamaan. Pentingnya peranan informasi terlihat baik oleh perorangan, kelompok, maupun semua jenis organisasi yang dalam menjalani kehidupan dan penghidupan ini selalu dihadapkan kepada keharusan mengambil untuk memanfaatkan kesempatan.
Para ahli psikologi mengemukakan bahwa proses pengambilan keputusan merupakan bagian dari kegiatan otak manusia dan kognitif. Dalam proses pengambilan keputusan, menurut Herbert A. Simon (Mcleod, 1995) keputusan berada pada suatu rangkaian kesatuan, dengan keputusan terprogram pada satu ujungnya dan keputusan yang tak terprogram pada ujung yang lain. Keputusan terprogram bersifat ”berulang dan rutin, sedemikian hingga suatu prosedur pasti telah dibuat untuk menanganinya sehingga keputusan tersebut tidak perlu diperlakukan de novo (sebagai sesuatu yang baru) tiap kali terjadi”. Sedangkan keputusan tak terprogram bersifat ”baru, tidak terstruktur, dan jarang konsekuen. Tidak ada metode yang yang pasti untuk menangani masalah ini karena belum pernah ada sebelumnya, atau karena sifat dan struktur persisnya tidak terlihat atau rumit, atau karena begitu pentingnya sehingga memerlukan perlakuan yang sangat khusus.
Simon menjelaskan bahwa dua jenis keputusan tersebut hanya ujung-ujung hitam dan putih dari rangkaian kesatuan, dan bahwa di dunia nyata sebagian besar kelabu. Namun, konsep keputusan terprogram dan tak terprogram penting karena masing-masing memerlukan teknik yang berbeda. Terkait dengan jenis-jenis pengambilan keputusan sebagaimana dikemukakan di atas, Simon (Mcleod, 1995; Susanto, 2002) )memberikan sumbangan berkaitan dengan pengembangan model dasar pengambilan keputusan oleh manusia. Menurutnya terdapat tiga tahap proses pengambilan keputusan, yakni:
§ Kecerdasan (Inteligence)
§ Perancangan (Design)
§ Pemilihan (Choice)
Ø  Kecerdasan – Sebelum keputusan dibuat, pembuat keputusan harus menyadari perlunya membuat keputusan. Umumnya orang mengatakan bahwa ada dua alasan yang menjadi pemicu pengambilan keputusan, yaitu: karena munculnya masalah dan menemukan peluang. Munculnya masalah maksudnya munculnya sesuatu penyimpangan dari apa yang telah ditentukan. Sedangkan yang dimaksud dengan menemukan peluang dalam hal ini, misalnya kita menemukan beberapa peluang yang dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan. Dengan kata lain, kecerdasan ini berkaitan dengan kegiatan Intelejen, yaitu kegiatan mengamati lingkungan dalam rangka mencari kondisi-kondisi yang perlu diperbaiki atau yang memungkinkan memberikan peluang.

Ø  Perancangan – Selama tahap perancangan pengambil keputusan membuat outline beberapa alternatif pemecahan masalah yang isinya terdiri dari beberapa tindakan yang harus dilaksanakan. Alternatif pemecahan masalah ini biasanya menggunakan teknik perancangan secara kuantitatif yang umum digunakan dalam ilmu manajemen dan analisis sistem. Setiap alternatif pemecahan masalah diuji berdasarkan kriteria berikut: Apakah secara teknik dan teknologi mungkin dilakukan? Apakah tidak bertentangan dengan undang-undang atau kebiasaan umum? Apakah tidak ada masalah dilihat dari sudut anggaran dan waktu? Apakah yang akan dihasilkan? Apakah unit-unit organisasi terpengaruh dengan alternatif yang akan dijalankan tersebut? Alternatif-alternatif solusi yang diberikan kemudian dievaluasi agar memberikan kesempatan kepada pembuat keputusan menilai baik buruknya masing-masing alternatif tersebut. Secara singkat, perencangan ini berkaitan dengan kegiatan merancang, yang meliputi kegiatan menemukan, mengembangkan, dan menganalisis berbagai alternatif tindakan yang memungkinkan.
Ø  Pemilihan – Pada tahap pemilihan pengambil keputusan berhadapan pada berbagai alternatif, di mana salah satu alternatif tersebut harus dipilih dan menjadi keputusan formal dengan konsekuensi dilakukannya suatu tindakan. Tahap pemilihan ini, tidak mudah karena beberapa hal yang harus diperhatikan, di antaranya:
Banyak pilihan (Multi preference), dalam kebanyakan kasus, output yang dihasilkan tidak diukur dengan satu variabel atau satu dimensi. Tetapi melalui beberapa variabel dan tidak semuanya dapat diperbandingkan seperti
membandingkan apakah lebih baik sejahtera tapi sakit-sakitan atau miskin tapi cantik.
o Ketidakpastian (Uncertainty), dalam beberapa kasus apa yang dihasilkan itu tidak pasti dan kita harus menentukan kemungkinannya dengan berbagai hasil yang berbeda.
o Konflik kepentingan (conflicting Interest), apabila keputusan yang diambil dalam suatu organisasi tentunya terdiri dari berbagai kelompok dan individu, di anataranya mereka memiliki keahlian, tingkat pilihan, ambisi, dan pertimbangan yang berbeda. Untuk itu maka pengambilan keputusan harus mempertimbangkan akibat-akibat keputusan sebelum keputusan diambil.
o Pengendalian (control), faktor utama dalam memilih di anatara berbagai alternatif adalah kemampuan untuk menjaga setiap keputusan yang dipilih. Pengambil keputusan harus menilai hal-hal berikut ini. Apakah informasi cukup untuk menindaklanjuti dan mengawasi rencana baru? Apakah cadangan cukup untuk menanggulangi kegagalan? Apakah keputusa dapat diulang?
o Tim Pembuat Keputusan, dalam suatu organisasi lebih banyak keputusan yang dibuat oleh suatu tim daripada oleh individu.
Setelah Anda mempunyai gambaran tentang proses pengambilan keputusan menurut Simon, yang harus menjadi pertanyaan Anda adalah bagaimana hubungan informasi dengan proses pengambilan keputusan tersebut pada setiap tahapnya. Jawaban atas pertanyaan tersebut, menurut Siagian (2002) adalah sebagai berikut.
a) Informasi pada tahap kecerdasan - Tahap kecerdasan berfungsi mendapatkan pengetahuan tentang apa yang terjadi di lingkungan sekitarnya. Pengetahuan dapat mendeteksi apakah ada masalah atau kesempatan. Informasi pada tahap ini harus teranalisis, terintegrasi, dan terformat dengan baik.
b) Informasi pada tahap perancangan - Pada tahap ini diasumsikan bahwa semua data yang relevan dan dapat diakses tersedia untuk dianalisis,






B. Hakikat Teknologi Informasi

Sebelum Anda mengenal lebih jauh tentang teknologi informasi, sebaiknya memahami terlebih dahulu pengertian teknologi. Mengingat kebanyakan orang berpikir bahwa ”teknologi” hanya yang berkaitan dengan mesin atau alat-alat elektronik. Oleh karena itu, berikut ini akan dikemukakan pengertian dasar teknologi. Menurut Nasution (1995) istilah teknologi berasal dari bahasa Yunani yaitu technologia yang menurut Webster Dictionary berarti systematic treatment atau penanganan sesuatu secara sistematis, sedangkan techne sebagai dasar kata teknologi bararti art, skill, science atau keahlian, keterampilan, ilmu. Sejalan dengan pengertian tersebut, Salisbury (1996) mengemukakan bahwa kata teknologi, sebagaimana digunakan oleh para ilmuwan dan para filosofis ilmu pengetahuan menunjuk kepada cara di mana kita menggunakan ilmu pengetahuan untuk memecahkan masalah praktis. Ini mungkin tidak termasuk mesin dalam teknologi, tetapi dalam hal ini selalu menerapkan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, teknologi dalam istilah yang benar, menunjuk kepada segala upaya untuk memecahkan masalah-masalah manusia. Itu berarti suatu cara untuk mengatur orang, peristiwa-peristiwa, dan mesin dengan menggunakan pengetahuan dan membuktikan alat-alat, prosedur, dan teknik.
Mengacu kepada pemahaman Anda tentang informasi dan pengertian teknologi sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka yang harus menjadi pertanyaan Anda adalah apakah yang dimaksud dengan teknologi informasi. Secara sederhana ”teknologi informasi” dapat dikatakan sebagai ilmu yang diperlukan untuk mengolah informasi agar informasi tersebut dapat dicari dengan mudah dan akurat. Isi dari ilmu tersebut dapat berupa prosedur, cara-cara dan teknik-teknik untuk menumpulkan, menyimpan, mengolah atau menelusuri informasi secara efisien dan efektif.
Dalam the Dictionary of Computer, Information Processing and Telecommunications, Hariyadi (Koswara, 1998) mengemukakan bahwa teknologi informasi diberi batasan sebagai teknologi pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran berbagai jenis informasi dengan memanfaatkan komputer dan























POSTEST
1.







Kegiatan Belajar II

PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI DALAM PENDIDIKAN

I. PENDAHULUAN
1. Hakekat dan Pengertian Teknologi Informasi dan Komunikasi

Teknologi Informasi dan Komunikasi, TIK (bahasa Inggris: Information and Communication Technologies; ICT) adalah payung besar terminologi yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi. TIK mencakup dua aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Teknologi informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Oleh karena itu, teknologi informasi dan teknologi komunikasi adalah dua buah konsep yang tidak terpisahkan. Jadi Teknologi Informasi dan Komunikasi mengandung pengertian luas yaitu segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, pemindahan informasi antar media. Istilah TIK muncul setelah adanya perpaduan antara teknologi komputer (baik perangkat keras maupun perangkat lunak) dengan teknologi komunikasi pada pertengahan abad ke-20.

2. Potensi TIK dalam Pembelajaran
TIK dikatakan dapat memberikan suatu solusi praktis untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan. Dalam kaitan ini, keberhasilan untuk memecahkan masalah pendidikan/pembelajaran dan yang mengarah pada peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan adalah sepenuhnya sangat ditentukan oleh guru yang melaksanakan pemanfaatan TIK itu sendiri. Para peneliti telah menyadari bahwa TIK tidak dapat diperlakukan sebagai variabel bebas tunggal, dan prestasi belajar siswa tidak semata-mata hanya ditentukan oleh sebaik apapun para siswa mencapai hasil tes standar tetapi ditentukan juga oleh kemampuan siswa untuk menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi (seperti: berpikir kritis, berpikir analitis, membuat inferensi, dan pemecahan masalah).
Secara sederhana dapatlah dikemukakan bahwa pada umumnya fasilitas/peralatan TIK dimanfaatkan untuk kegiatan pembelajaran karena potensinya antara lain yang dapat:
a. Membuat konkrit konsep yang abstrak, misalnya untuk menjelaskan sistem peredaran darah;
b. Membawa obyek yang berbahaya atau sukar didapat ke dalam lingkungan belajar, seperti: binatang-binatang buas, atau penguin dari kutub selatan;
c. Menampilkan obyek yang terlalu besar, seperti pasar, candi borobudur;
d. Menampilkan obyek yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, seperti: mikro organisme;
e. Mengamati gerakan yang terlalu cepat, misalnya dengan slow motion atau time-lapse photograhy;
f. Memungkinkan siswa berinteraksi langsung dengan lingkungannya;
g. Memungkinkan keseragaman pengamatan dan persepsi bagi pengalaman belajar siswa;
h. Membangkitkan motivasi belajar siswa;
i. Menyajikan informasi belajar secara konsisten, akurat, berkualitas dan dapat diulang penggunaannya atau disimpan sesuai dengan kebutuhan; atau
j. Menyajikan pesan atau informasi belajar secara serempak untuk lingkup sasaran yang sedikit/kecil atau banyak/luas, mengatasi batasan waktu (kapan saja) maupun ruang di mana saja).

TIK memiliki potensi yang sangat besar dalam membantu peningkatan efektivitas pembelajaran berdasarkan referensi penelitian yang dirujuk Ade Kusnandar. Potensi TIK yang dimaksudkan dikemukakan sebagai berikut:
a. 10% informasi diperoleh dengan cara membaca (teks).
b. 20% informasi diperoleh dengan cara mendengar (suara).
c. 30% informasi diperoleh dengan cara melihat (grafis/foto).
d. 50% informasi diperoleh dengan cara melihat dan mendengar (video/animasi).
e. 80% informasi diperoleh dengan cara berbicara.
f. 80% informasi diperoleh dengan cara berbicara dan melakukan (interaktif).


3. Fungsi TIK dalam Pembelajaran atau Pendidikan
1. TIK berfungsi sebagai gudang ilmu pengetahuan, dapat berupa referensi berbagai ilmu pengetahuan yang tersedia dan dapat diakses melalui fasilitas TIK, pengelolaan pengetahuan, jaringan pakar, jaringan antara institusi pendidikan, dll.
2. Fungsi TIK sebagai alat bantu pembelajaran dapat berupa alat bantu mengajar bagi guru, alat bantu belajar bagi siswa, serta alat bantu interaksi antara guru dengan siswa.
3. Fungsi TIK sebagai fasilitas pendidikan di sekolah dapat berupa pojok internet, perpustakaan digital, kelas virtual, lab multimedia, papan elektronik, dll.

II. PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI (TIK) DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Umum
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat pada tahun 1999, dikemukakan bahwa relatif kecil prosentase jumlah guru (20%) yang menyampaikan bahwa mereka mempersiapkan diri secara baik untuk mengintegrasikan TIK ke dalam pembelajaran di kelas. Sebagai contoh, seorang guru mengatakan “Saya menggunakan komputer di kelas sebagai upaya pengayaan terhadap topik materi yang telah dibahas”, “Para siswa menggunakan internet untuk mendapatkan berbagai informasi yang perlu bagi laporan mereka”, “Saya menggunakan powerpoint untuk mempersiapkan semua presentasi saya di dalam kelas” (US Department of Education, 1999).
Pertama-tama, tentukan dulu tujuan pemanfaatan TIK dalam kegiatan pembelajaran di kelas, yang tentunya haruslah mengacu pada tujuan pendidikan/pembelajaran yang bersifat khusus! Apakah TIK dimanfaatkan untuk mendukung inkuiri, meningkatkan komunikasi, memperluas akses ke berbagai sumber, membimbing siswa untuk menganalisis dan memvisualisasikan data, memungkinkan dilakukannya pengembangan produk, atau mendorong pengungkapan gagasan? Kedua, pilihlah jenis TIK yang sesuai dengan kebutuhan dan dilanjutkan dengan pengembangan kurikulum.
Kembangkanlah suatu rencana untuk mengevaluasi pekerjaan siswa dan juga penilaian dampak dari pemanfaatan teknologi.
Pengembangan kemampuan profesional guru yang sesuai dengan perkembangan tuntutan/ kebutuhan adalah penting untuk dilaksanakan secara berkesinambungan. Dengan demikian, ada kesempatan bagi guru untuk belajar, tidak hanya yang terkait dengan cara-cara pemanfaatan TIK baru tetapi juga tentang cara-cara menyajikan materi pembelajaran yang bermakna, dan berbagai kegiatan lainnya yang terkait dengan pemanfaatan TIK dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Tetapi pelatihan guru haruslah lebih dari sekedar cara memanfaatkan TIK (termasuk komputer), tetapi sampai pada strategi pembelajaran yang dibutuhkan untuk (infuse) keterampilan teknologis ke dalam proses belajar” (Sulla, 1999).




2. Khusus
a. Perencanaan
Pada tahap perencanaan, sebagai seorang guru atau instruktur pelatihan tentunya ANDA akan melakukan serangkaian kegiatan, seperti:
*      merancang/mengemas materi pelajaran,
*      mempersiapkan strategi pembelajaran,
*      mempersiapkan lembar kerja siswa, dan
*      mempersiapkan lembar penilaian hasil belajar siswa.

b.   Pelaksanaan Pemanfaatan TIK dalam Kegiatan Pembelajaran
Pada tahap pelaksanaan pemanfaatan TIK dalam kegiatan pembelajaran, seorang guru haruslah benar-benar yakin bahwa fasilitas TIK yang akan dimanfaatkannya dalam keadaan berfungsi baik. Artinya, guru harus melakukan tes terhadap fasilitas TIK sebelum digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Hanya dengan cara yang demikian ini diharapkan bahwa kegiatan pembelajaran melalui pemanfaatan fasilitas TIK akan dapat berjalan lancar.
Kemudian, para siswa juga perlu disiapkan agar masing-masing mereka fokus terhadap materi pelajaran yang akan dibahas. Penyiapan siswa dapat dilakukan dengan mengarahkan perhatian mereka terhadap kompetensi yang perlu mereka kuasai pada akhir kegiatan pembelajaran. Strategi pembelajaran yang akan diterapkan selama kegiatan pembelajaran juga perlu dikomunikasikan kepada para siswa agar mereka memiliki kejelasan mengenai kegiatan-kegiatan belajar yang dituntut untuk mereka lakukan.

c. Penilaian Kegiatan Pembelajaran yang Memanfaatkan TIK
Penilaian hasil belajar siswa dalam kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan TIK dapat dilakukan secara (a) terintegrasi atau menyatu dalam bahan belajar siswa, baik yang berupa pertanyaan-pertanyaan lisan sewaktu kegiatan belajar tatap muka, soal-soal latihan secara tertulis (self-evaluation) maupun kuis, (b) tersendiri, baik yang berupa penugasan individual atau kelompok, maupun tes.

3. Model-model Pemanfaatan TIK untuk Kegiatan Pembelajaran
Guru mempunyai kebebasan untuk menentukan model pemanfaatan TIK yang akan diterapkannya dalam kegiatan pembelajaran. Penentuan model pemanfaatan TIK ini hendaknya disesuaikan dengan berbagai kondisi yang ada, seperti: ketersediaan fasilitas TIK di sekolah (apakah lengkap untuk setiap siswa atau siswa harus berpasangan), tingkat kemampuan atau keterampilan guru mengoperasikan fasilitas/peralatan TIK, ketersediaan fasilitas TIK yang dimiliki siswa, tingkat kemampuan atau keterampilan siswa mengoperasikan fasilitas/peralatan TIK, atau tingkat aksesibilitas siswa terhadap materi pelajaran di luar sekolah.
Apabila kondisi obyektif yang ada memang memungkinkan siswa untuk melakukan kegiatan belajar berbasis TIK, maka model pemanfaatan TIK yang mendukung adalah model yang terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran sekalipun mungkin tidak sepenuhnya. Model terintegrasi ini hanya dapat diterapkan apabila setiap siswa telah memiliki pengetahuan, kemampuan dan keterampilan mengoperasikan fasilitas TIK di samping tidak memiliki kendala/hambatan untuk memanfaatkan fasilitas TIK setiap saat.
Model pemanfaatan TIK untuk kegiatan pembelajaran yang kedua yang dapat diterapkan adalah model campuran (mixed model) dengan porsi yang lebih besar pada pemanfaatan TIK dalam kegiatan pembelajaran. Model campuran ini dapat dibedakan menjadi:

a.  Model campuran yang sebagian besar kegiatan pembelajaran dilakukan dengan pemanfaatan TIK; hanya sebagian kecil saja dari kegiatan

pembelajaran yang dilakukan guru secara tatap muka. Artinya, guru memang merencanakan ada kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan secara tatap muka dan ada pula yang diselenggarakan melalui pemanfaatan TIK.
b. Model campuran yang sebagian besar kegiatan pembelajaran dilakukan secara tatap muka; sedangkan kegiatan pembelajaran melalui pemanfaatan TIK hanya dilakukan dalam persentase yang lebih kecil. Dalam hal ini, guru memang merencanakan ada kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan melalui memanfaatkan TIK.
Penerapan model campuran ini didasarkan atas pertimbangan mengenai ketersediaan fasilitas TIK di sekolah. Manakala fasilitas TIK yang tersedia di sekolah dapat dimanfaatkan siswa secara individual atau setidak-tidaknya secara berpasangan, dan fasilitas TIK yang sama juga dapat dimanfaatkan siswa di luar jam pelajaran sekolah, serta fasilitas TIK juga tersedia di lingkungan sekitar siswa (siswa tidak akan mengalami kesulitan atau hambatan dalam memanfaatkan fasilitas TIK), maka model campuran yang pertama dapat diterapkan guru.
Sebaliknya, manakala fasilitas TIK yang tersedia di sekolah terbatas jumlahnya sehingga hanya dapat dimanfaatkan siswa secara berpasangan, trio atau bahkan kwartet, dan fasilitas TIK yang sama tidak mungkin dimanfaatkan siswa di luar jam pelajaran sekolah, serta fasilitas TIK yang tersedia di lingkungan sekitar siswa juga sangat terbatas, maka model campuran yang kedua yang lebih memungkinkan untuk diterapkan guru. Artinya, pemanfaatan TIK untuk pembelajaran hanya dilakukan dalam bentuk tugas-tugas yang harus dilakukan para siswa.
III. E-Learning Sebagai Bentuk Pemanfaatan TIK untuk Pembelajaran
1. Hakekat dan Karakteristik E-Learning

Jaya Kumar C. Koran (2002), mendefinisikan e-learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet. Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya. Atau e-learning didefinisikan sebagai berikut : e-Learning is generic term for all technologically supported learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more recognized web-based training or computer aided instruction also commonly referred to as online courses (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002).
Rosenberg (2001) menekankan bahwa e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal ini senada dengan Cambell (2002), Kamarga (2002) yang intinya menekankan penggunaan internet dalam pendidikan sebagai hakekat e-learning. Bahkan Onno W. Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet.
Internet, Intranet, satelit, tape audio/video, TV interaktif dan CD-ROM adalah sebahagian dari media elektronik yang digunakan Pengajaran boleh disampaikan secara ‘synchronously’ (pada waktu yang sama) ataupun ‘asynchronously’ (pada waktu yang berbeda). Materi pengajaran dan pembelajaran yang disampaika melalui media ini mempunyai teks, grafik, animasi, simulasi, audio dan video. Ia juga harus menyediakan kemudahan untuk ‘discussion group’ dengan bantuan profesional dalam bidangnya.
Perbedaan Pembelajaran Tradisional dengan e-learning yaitu kelas ‘tradisional’, guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran ‘e-learning fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan bertanggung-jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran ‘e-learning akan ‘memaksa’ pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya. Pelajar membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiati sendiri.
Khoe Yao Tung (2000) mengatakan bahwa setelah kehadiran guru dalam arti sebenarnya, internet akan mmenjadi suplemen dan komplemen dalam menjadikan wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia.
Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-learning sebagai berikut. Pertama, elearning merupakan penyampaian informasi, komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line. Kedua, e-learning menyediakan seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi. Ketiga, e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan pengembangan teknologi pendidikan. Keempat, Kapasitas siswa amat bervariasi tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
Sedangkan Karakteristik e-learning, antara lain. Pertama, Memanfaatkan jasa teknologi elektronik; di mana guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler. Kedua, Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan computer networks). Ketga, Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan memerlukannya. Keempat, Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.
Untuk dapat menghasilkan e-learning yang menarik dan diminati, Onno W. Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang wajib dipenuhi dalam merancang elearning, yaitu : sederhana, personal, dan cepat. Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan teknologi dan menu yang ada, dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan mengurangi pengenalan sistem e-learning itu sendiri, sehingga waktu belajar peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada belajar menggunakan sistem e-learning-nya. Syarat personal berarti pengajar dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya seorang guru yang berkomunikasi dengan murid di depan kelas. Dengan pendekatan dan interaksi yang lebih personal, peserta didik diperhatikan kemajuannya, serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan membuat peserta didik betah berlama-lama di depan layar komputernya. Kemudian layanan ini ditunjang dengan kecepatan, respon yang cepat terhadap keluhan dan kebutuhan peserta didik lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat dilakukan secepat mungkin oleh pengajar atau pengelola.
2. Teknologi Pendukung E-Learning

Dalam prakteknya e-learning memerlukan bantuan teknologi. Karena itu dikenal istilah: computer based learning (CBL) yaitu pembelajaran yang sepenuhnya menggunakan komputer; dan computer assisted learning (CAL) yaitu pembelajaran yang menggunakan alat bantu utama computer.
Teknologi pembelajaran terus berkembang. Namun pada prinsipnya teknologi tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: Technology based learning dan Technology based web-learning. Technology based learning ini pada prinsipnya terdiri dari Audio Information Technologies (radio, audio tape, voice mail telephone) dan Video Information Technologies (video tape, video text, video messaging). Sedangkan technology based web-learning pada dasarnya adalah Data Information Technologies (bulletin board, Internet, e-mail, tele-collaboration).
Dalam pelaksanaan pembelajaran sehari-hari, yang sering dijumpai adalah kombinasi dari teknologi yang dituliskan di atas (audio/data, video/data, audio/video). Teknologi ini juga sering di pakai pada pendidikan jarak jauh (distance education), dimasudkan agar komunikasi antara murid dan guru bisa terjadi dengan keunggulan teknologi e-learning ini.
Di antara banyak fasilitas internet, menurut Onno W. Purbo (1997), “ada lima aplikasi standar internet yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan, yaitu email, Mailing List (milis), News group, File Transfer Protocol (FTC), dan World Wide Web (WWW)”.
Sedangkan Rosenberg (2001) mengkatagorikan tiga kriteria dasar yang ada dalam e-learning. Pertama, e-learning bersifat jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki secara cepat, menyimpan atau memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing pembelajaran dan informasi. Kedua, e-learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan menggunakan standar teknologi internet. Ketiga, e-learning terfokus pada pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi pembelajaran yang menggungguli paradikma tradisional dalam pelatihan.
Ada beberapa alternatif paradigma pendidikan melalui internet ini yang salah satunya adalah system “dot.com educational system” (Kardiawarman, 2000). Paradigma ini dapat mengitegrasikan beberapa system seperti, Pertama, paradigm virtual teacher resources, yang dapat mengatasi terbatasnya jumlah guru yang berkualitas, sehingga siswa tidak haus secara intensif memerlukan dukungan guru, karena peranan guru maya (virtual teacher) dan sebagian besar diambil alih oleh system belajar tersebut. Kedua, virtual school system, yang dapat membuka peluang menyelenggarakan pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang tidak memerlukan ruang dan waktu. Keunggulan paradigma ini daya tampung siswa tak terbatas. Siswa dapat melakukan kegiatan belajar kapan saja, dimana saja, dan darimana saja. Ketiga, paradigma cyber educational resources system, atau dot com leraning resources system. Merupakan pedukung kedua paradigma di atas, dalam membantu akses terhadap artikel atau jurnal elektronik yang tersedia secara bebas dan gratis dalam internet.
Penggunaan e-learning tidak bisa dilepaskan dengan peran Internet. Menurut Williams (1999). Internet adalah ‘a large collection of computers in networks that are tied together so that many users can share their vast resources’.

3. Pengembangan Model

Pendapat Haughey (1998) tentang pengembangan e-learning. Menurutnya ada tiga kemungkinan dalam pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu web course, web centric course, dan web enhanced course.
Web course adalah penggunaan internet untuk keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi, konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya sepenuhnya disampaikan melalui internet. Dengan kata lain model ini menggunakan sistem jarak jauh.
Web centric course adalah penggunaan internet yang memadukan antara belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional). Sebagian materi disampikan melalui internet, dan sebagian lagi melalui tatap muka. Fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini pengajar bisa memberikan petunjuk pada siswa untuk mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah dibuatnya. Siswa juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, peserta didik dan pengajar lebih banyak diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui internet tersebut.
Web enhanced course adalah pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang dilakukan di kelas. Fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan komunikasi antara peserta didik dengan pengajar, sesama peserta didik, anggota kelompok, atau peserta didik dengan nara sumber lain. Oleh karena itu peran pengajar dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari informasi di internet, membimbing mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs yang relevan dengan bahan pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang menarik dan diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui internet, dan kecakapan lain yang diperlukan.



4. Kelebihan dan Kekurangan E-Learning

Petunjuk tentang manfaat penggunaan internet, khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh (Elangoan, 1999; Soekartawi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini, 1997), antara lain. Pertama, Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. Kedua, Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari. Ketiga, Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer. Keempat, Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah. Kelima, Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Keenam, Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif. Ketujuh, Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional.
Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997), antara lain. Pertama, Kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar. Kedua, Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial. Ketiga, Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan dari pada pendidikan. Keempat, Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT. Kelima, Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal. Keenam, Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet. Ketujuh, Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki keterampilan dibidang TIK.







DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Teknologi_Informasi_Komunikasi
Antonius Aditya Hartanto dan Onno W. Purbo, E-Learning berbasis PHP dan MySQL, Penerbit Elex Media Komputindo, Jakarta, 2002.
Asep Saepudin, Penerapan Teknologi Informasi Dalam Pendidikan Masyarakat, Jurnal Teknodik, Edisi No.12/VII/Oktober/2003.
Budi Rahardjo, Proses e-Learning di Perguruan Tinggi, Seminar & Workshop, ITB, 11 Desember 2003.
___________, Internet Untuk Pendidikan, http://budi.insan.com, 2001.
___________, Pemanfaatan Teknologi Informasi di Perguruan Tinggi,
Jaya Kumar C. Koran, Aplikasi ‘E-Learning’ Dalam Pengajaran Dan Pembelajaran Di Sekolah-Sekolah Malaysia: Cadangan Perlaksanaan Pada Senario Masa Kini, Pasukan Projek Rintis Sekolah Bestari Bahagian Teknologi Pendidikan, Kementerian Pendidikan Malaysia. Oos M. Anwas, Model Inovasi E-Learning Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan, Jurnal Teknodik, Edisi No.12/VII/Oktober/2003.
Romi Satria Wahono, Strategi Baru Pengelolaan Situs eLearning Gratis, http://www.ilmukomputer.com, 2003.
Soekartawi, Prinsip Dasar E-Learning: Teori Dan Aplikasinya Di Indonesia, Jurnal Teknodik, Edisi No.12/VII/Oktober/2003.