MODUL 1
KONSEP DASAR TEKNOLOGI INFORMASI DAN
KOMUNIKASI
(Oleh Resyi A.Gani, M.Pd.)
Pendahuluan
Ledakan informasi merupakan pertanda
dari peluang dan tantangan yang akan dihadapi manusia di masa depan.
Perkembangan volume informasi yang dicetuskan, dipindahkan, dan diterima akan
terus dan semakin menggelembung. Seiring dengan itu, maka informasi pun
meningkat pula. Pada masa itu manusia akan hidup dalam suatu tatanan masyarakat
baru, yakni masyarakat informasi.
Informasi memerlukan saluran untuk berpindah.
Saluran tersebut adalah saluran komunikasi. Teknologi telah siap menghadapi
kebutuhan tersebut, dengan semakin berkembangnya teknologi komunikasi yang
memungkinkan terjadinya komunikasi antara pengirim dan penerima yang berjauhan
dalam waktu singkat. Akibatnya batas-batas ruang dan waktu menjadi semakin
kabur.
Secara umum bahan belajar mandiri 1
ini menjelaskan tentang hakikat informasi dan teknologi informasi, hakikat
komunikasi dan teknologi komunikasi, yang mengarah kepada pemahaman konsep
dasar teknologi informasi dan komunikasi. Oleh karena itu, setelah mempelajari
bahan belajar mandiri ini, secara khusus Anda diharapkan menguasai tujuan
pembelajaran sebaai berikut:
1.
Menjelaskan
hakikat informasi, hubungan informasi dengan pengambilan keputusan, dan hakikat
teknologi informasi
2.
Menjelaskan
hakikat komunikasi dan manfaat teknolologi komunikasi dalam kehidupan
sehari-hari.
3.
Menjelaskan
hakikat teknologi informasi dan komunikasi dan manfaatnya bagi dunia
pendidikan.
Untuk membantu Anda mencapai tujuan
tersebut, bahan ajar mandiri ini diorganisasikan menjadi tiga Kegiatan Belajar
(KB), sebagai berikut. Kegiatan Belajar 1 : Hakikat Teknologi Informasi
Kegiatan Belajar 2 : Hakikat Teknologi Komunikasi Kegiatan Belajar 3 : Hakikat
Teknologi Informasi dan Komunikasi.
Kegiatan Belajar – 1
HAKIKAT TEKNOLOGI INFORMASI
1. Hakikat Informasi
a. Pengertian Informasi
Berbicara mengenai informasi, tidak
dapat dipisahkan dengan yang namanya data. Untuk itu, sebelum memahami konsep
informasi dalam hal ini akan dibahas sepintas tentang data. Menurut Susanto
(2002) data adalah fakta atau apapun yang dapat digunakan sebagai input dalam
menghasilkan informasi. Data dapat berupa bahan untuk diskusi, pengambilan
keputusan, perhitungan, atau pengukuran. Saat ini data tidak harus selalu dalam
bentuk kumpulan huruf-huruf dalam bentuk kata atau kalimat, tetapi dapat juga
dalam bentuk suara, gambar diam dan bergerak, baik dalam bentuk dua atau tiga
dimensi. Bahkan sekarang mulai banyak berkembang data virtual/maya yang
merupakan hasil rekayasa komputer. Jelasnya menurut Siagian (2002) data
merupakan bahan ”mentah”. Sebagai bahan mentah, data merupakan input yang
setelah diolah berubah bentuknya menjadi output yang disebut informasi.
Setelah Anda mengenal sepintas
tentang data, maka marilah kita bicarakan apa yang dimaksud dengan informasi.
Menurut Susanto (2002) informasi merupakan hasil dari pengolahan data, akan
tetapi tidak semua hasil dari pengolahan tersebut dapat menjadi informasi.
Hasil pengolahan data yang tidak memberikan makna atau arti serta tidak
bermanfaat bagi seseorang bukanlah merupakan informasi bagi orang tersebut.
Dari uraian tentang informasi ada tiga hal penting yang harus di perhatikan, di
antaranya :
§ Informasi
merupakan hasil pengolahan data
§ Memberikan
makna
§ Berguna atau bermanfaat.
Selain dari pengertian informasi
tersebut Mc. Leod (Susanto, 2002) mengemukakan bahwa suatu informasi yang
berkualitas harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
§ Akurat, artinya informasi mencerminkan
keadaan yang sebenarnya. Pengujian terhadap hal ini biasanya dilakukan melalui
pengujian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang berbeda-beda dan
apabila hasil pengujian tersebut menghasilkan hasil yang sama, maka dianggap
data tersebut akurat.
§ Tepat waktu artinya informasi itu harus
tersedia atau ada pada saat informasi tersebut diperlukan, tidak besok atau
tidak beberapa jam lagi.
§ Relevan artinya informasi yang diberikan
harus sesuai dengan yang dibutuhkan. Kalau kebutuhan informasi ini untuk suatu
organisasi maka informasi tersebut harus sesuai dengan kebutuhan informasi
diberbagai tingkatan dan bagian yang ada dalam organisasi tersebut.
§ Lengkap artinya informasi harus diberikan
secara lengkap.
b. Hubungan Data dan Informasi
Setelah mengenal pengertian data dan
informasi, yang harus menjadi pertanyaan Anda adalah bagaimana hubungan data
dan informasi. Untuk menghasilkan suatu informasi, kita terlebih dahulu harus
tahu informasi apa yang diperlukan, selanjutnya kita harus tahu bagaimana
mengolah suatu data menjadi informasi. Masalah inilah yang paling penting untuk
disadari bahwa menentukan kebutuhan informasi apa yang harus disajikan bukan
pekerjaan yang gampang. Apabila informasi yang diperlukan sudah ditentukan
dengan baik dan tidak ada masalah dibidang pengolahan maka selanjutnya kita
baru menentukan data apa yang harus disediakan.
Melihat masalah tersebut, tidak
berbeda halnya apabila kita mau masak. Apakah kalau kita mau membuat atau
memasak kita menyiapkan terlebih dahulu bahannya tanpa tahu bagaimana cara
memasaknya dan mau memasak apa? Atau sebaliknya? Kita harus tahu dulu bagaimana
cara memasak dan masakan apa yang kita inginkan saat ini, baru dicari bahannya.
Cara yang terakhir inilah yang benar, demikian pula dalam menghasilkan
informasi. Kita harus tahu terlebih dahulu informasi apa yang dibutuhkan,
selanjutnya kita harus tahu bagaimana mengolah suatu data menjadi informasi.
Pengertian bahwa informasi merupakan hasil pengolahan data melahirkan pemikiran
lain. Maksudnya apakah suatu proses pengolahan data hanya terjadi satu kali?
Bagaimana kalau setelah diproses, diproses lagi? Apakah informasi hasil
pengolahan yang diolah kembali tetap merupakan informasi atau menjadi data?
Gambar berikut ini, dapat memperjelas bagaimana hubungan antara data dan informasi.
Gambar 1.1 Model dasar sistem
informasi
Gambar 1.2 Pengolahan kembali
informasi
Berdasarkan gambar 1.2 di atas dapat
disimpulkan bahwa pada saat tertentu data dan informasi berbeda. Tetapi pada
saat yang lain sesuatu yang telah menjadi informasi mungkin menjadi data pada
pengolahan selanjutnya, atau sesuatu yang menjadi informasi bagi si A, bagi si
B mungkin merupakan data yang harus diolah lebih lanjut guna menghasilkan
informasi.
Sebagai tambahan pemahaman tentang
informasi, menurut Nasution (2001) informasi merupakan sesuatu yang lebih
sementara (transitory) daripada pengetahuan. Informasi memiliki nilai pada
seseorang, seperti informasi harga saham, headline berita, balance bank, atau
info di mana membeli sepatu yang bagus, semua hal itu bersifat sementara
(momentary) dan bukan berarti abstrak. Informasi dapat menyumbang untuk
pengetahuan dalam arti digunakan untuk mendukung atau menolak suatu teori.
Informasi menurut Koswara (1998)
tidak pernah ada informasi yang bersifat ”netral”. Suatu informasi selalu
diciptakan berkaitan dengan konteks pola pikir tertentu untuk melayani
kebutuhan-kebutuhan, baik yang bersifat nasional, organisasi, maupun kebutuhan
personal atau pribadi. Informasi tidak dapat dikatakan baik atau buruk.
Penilaian seperti itu hanya dibuat oleh pemakai informasi yang banyak
bergantung pada pengetahuan dan pola pandang masing-masing. Untuk itu, maka
kita harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang ragam sumber informasi.
Pemahaman akan keragaman informasi tersebut akan membantu kita dalam
mengakomodasi, menganalisis, dan mendiseminasi informasi lebih lanjut. Apabila
hal itu tidak tampak pada diri kita, tidak mustahil dapat menimbulkan
kebingungan dan kesalahan perlakuan terhadap informasi yang sampai pada user.
c. Komponen-komponen Informasi
Dalam fenomena yang
multi-dimensional, kita dapat mengenal enam komponen informasi yang
masing-masing memiliki sifat, karakteristik, dan kekhasan masing-masing. Adapun
keenam komponen atau jenis informasi tersebut adalah sebagai berikut.
a. Absolute information, merupakan ’pohonnya’ informasi, yaitu
jenis informasi yang disajikan dengan suatu jaminan dan tidak membutuhkan
penjelasan lebih lanjut.
b. Sustitutional
infomrtion, yaitu jenis informasi yang merujuk kepada kasus di mana konsep
informasi digunakan untuk sejumlah informasi. Dalam pengertian ini, informasi
kadangkala diganti dengan istilah ’komunikasi’
c. Philosophic
information, yaitu jenis informasi yang berkaitan dengan konsep-konsep yang
menghubungkan informasi pada pengetahuan dan kebijakan.
d. Subjective
information, yaitu jenis informasi yang berkaitan dengan perasaan dan emosi
manusia. Kehadiran informasi ini bergantung pada orang yang menyajikannya.
e. Objective
information, yaitu jenis informasi yang merujuk pada karakter logis
informasi-informasi tertentu.
f. Cultural information, yaitu
informasi yang memberikan tekanan pada dimensi kultural.
Keenam komponen informasi tersebut,
satu dengan yang lainnya saling berhubungan dan memiliki unsur ketergantungan.
Dalam memberikan pemahaman terhadap suatu komponen, informasi tidak terlepas
dari pengetahuan unsur budaya seseorang dan pemahaman seseorang terhadap suatu
komponen informasi yang merupakan alat bagi pemahaman komponen-komponen
lainnya.
Sehubungan dengan pemahaman Anda
tentang informasi, sudah tentu Anda sering mendengar ungkapan bahwa saat ini
kita sudah memasuki ”era informasi”. Artinya semakin disadari oleh banyak pihak
bahwa informasi merupakan sumber daya yang makin penting perannya dalam
kehidupan dan penghidupan manusia. Bahkan dapat dikatakan bahwa informasi telah
menyentuh seluruh kehidupan manusia, meskipun teknologi yang menghasilkannya
mungkin tidak dipahami, apalagi dikuasainya.
Informasi diperlukan bukan hanya oleh
individu dan berbagai kelompok dalam masyarakat, akan tetapi juga oleh semua
jenis organisasi, termasuk organisasi bisnis, organisasi sosial, organisasi
politik, birokrasi pemerintahan dan organisasi nirlaba, termasuk organisasi keagamaan.
Pentingnya peranan informasi terlihat baik oleh perorangan, kelompok, maupun
semua jenis organisasi yang dalam menjalani kehidupan dan penghidupan ini
selalu dihadapkan kepada keharusan mengambil untuk memanfaatkan kesempatan.
Para ahli psikologi mengemukakan
bahwa proses pengambilan keputusan merupakan bagian dari kegiatan otak manusia
dan kognitif. Dalam proses pengambilan keputusan, menurut Herbert A. Simon
(Mcleod, 1995) keputusan berada pada suatu rangkaian kesatuan, dengan keputusan
terprogram pada satu ujungnya dan keputusan yang tak terprogram pada ujung yang
lain. Keputusan terprogram bersifat ”berulang dan rutin, sedemikian hingga
suatu prosedur pasti telah dibuat untuk menanganinya sehingga keputusan
tersebut tidak perlu diperlakukan de novo (sebagai sesuatu yang baru) tiap kali
terjadi”. Sedangkan keputusan tak terprogram bersifat ”baru, tidak terstruktur,
dan jarang konsekuen. Tidak ada metode yang yang pasti untuk menangani masalah
ini karena belum pernah ada sebelumnya, atau karena sifat dan struktur
persisnya tidak terlihat atau rumit, atau karena begitu pentingnya sehingga
memerlukan perlakuan yang sangat khusus.
Simon menjelaskan bahwa dua jenis
keputusan tersebut hanya ujung-ujung hitam dan putih dari rangkaian kesatuan,
dan bahwa di dunia nyata sebagian besar kelabu. Namun, konsep keputusan
terprogram dan tak terprogram penting karena masing-masing memerlukan teknik
yang berbeda. Terkait dengan jenis-jenis pengambilan keputusan sebagaimana
dikemukakan di atas, Simon (Mcleod, 1995; Susanto, 2002) )memberikan sumbangan
berkaitan dengan pengembangan model dasar pengambilan keputusan oleh manusia.
Menurutnya terdapat tiga tahap proses pengambilan keputusan, yakni:
§ Kecerdasan
(Inteligence)
§ Perancangan
(Design)
§ Pemilihan
(Choice)
Ø Kecerdasan – Sebelum keputusan dibuat, pembuat
keputusan harus menyadari perlunya membuat keputusan. Umumnya orang mengatakan
bahwa ada dua alasan yang menjadi pemicu pengambilan keputusan, yaitu: karena
munculnya masalah dan menemukan peluang. Munculnya masalah maksudnya munculnya
sesuatu penyimpangan dari apa yang telah ditentukan. Sedangkan yang dimaksud
dengan menemukan peluang dalam hal ini, misalnya kita menemukan beberapa
peluang yang dapat meningkatkan tingkat kesejahteraan. Dengan kata lain,
kecerdasan ini berkaitan dengan kegiatan Intelejen, yaitu kegiatan mengamati
lingkungan dalam rangka mencari kondisi-kondisi yang perlu diperbaiki atau yang
memungkinkan memberikan peluang.
Ø Perancangan – Selama tahap perancangan pengambil
keputusan membuat outline beberapa alternatif pemecahan masalah yang isinya
terdiri dari beberapa tindakan yang harus dilaksanakan. Alternatif pemecahan
masalah ini biasanya menggunakan teknik perancangan secara kuantitatif yang
umum digunakan dalam ilmu manajemen dan analisis sistem. Setiap alternatif
pemecahan masalah diuji berdasarkan kriteria berikut: Apakah secara teknik dan
teknologi mungkin dilakukan? Apakah tidak bertentangan dengan undang-undang
atau kebiasaan umum? Apakah tidak ada masalah dilihat dari sudut anggaran dan
waktu? Apakah yang akan dihasilkan? Apakah unit-unit organisasi terpengaruh
dengan alternatif yang akan dijalankan tersebut? Alternatif-alternatif solusi
yang diberikan kemudian dievaluasi agar memberikan kesempatan kepada pembuat
keputusan menilai baik buruknya masing-masing alternatif tersebut. Secara
singkat, perencangan ini berkaitan dengan kegiatan merancang, yang meliputi
kegiatan menemukan, mengembangkan, dan menganalisis berbagai alternatif
tindakan yang memungkinkan.
Ø Pemilihan – Pada tahap pemilihan pengambil
keputusan berhadapan pada berbagai alternatif, di mana salah satu alternatif
tersebut harus dipilih dan menjadi keputusan formal dengan konsekuensi
dilakukannya suatu tindakan. Tahap pemilihan ini, tidak mudah karena beberapa
hal yang harus diperhatikan, di antaranya:
Banyak pilihan (Multi preference),
dalam kebanyakan
kasus, output yang dihasilkan tidak diukur dengan satu variabel atau satu
dimensi. Tetapi melalui beberapa variabel dan tidak semuanya dapat
diperbandingkan seperti
membandingkan apakah lebih baik
sejahtera tapi sakit-sakitan atau miskin tapi cantik.
o Ketidakpastian (Uncertainty), dalam beberapa kasus apa yang
dihasilkan itu tidak pasti dan kita harus menentukan kemungkinannya dengan
berbagai hasil yang berbeda.
o Konflik kepentingan (conflicting
Interest),
apabila keputusan yang diambil dalam suatu organisasi tentunya terdiri dari
berbagai kelompok dan individu, di anataranya mereka memiliki keahlian, tingkat
pilihan, ambisi, dan pertimbangan yang berbeda. Untuk itu maka pengambilan keputusan
harus mempertimbangkan akibat-akibat keputusan sebelum keputusan diambil.
o Pengendalian (control), faktor utama dalam memilih di
anatara berbagai alternatif adalah kemampuan untuk menjaga setiap keputusan
yang dipilih. Pengambil keputusan harus menilai hal-hal berikut ini. Apakah
informasi cukup untuk menindaklanjuti dan mengawasi rencana baru? Apakah
cadangan cukup untuk menanggulangi kegagalan? Apakah keputusa dapat diulang?
o Tim Pembuat Keputusan, dalam suatu organisasi lebih banyak
keputusan yang dibuat oleh suatu tim daripada oleh individu.
Setelah Anda mempunyai gambaran
tentang proses pengambilan keputusan menurut Simon, yang harus menjadi
pertanyaan Anda adalah bagaimana hubungan informasi dengan proses pengambilan
keputusan tersebut pada setiap tahapnya. Jawaban atas pertanyaan tersebut,
menurut Siagian (2002) adalah sebagai berikut.
a) Informasi pada tahap kecerdasan
- Tahap kecerdasan berfungsi mendapatkan pengetahuan tentang apa yang
terjadi di lingkungan sekitarnya. Pengetahuan dapat mendeteksi apakah ada
masalah atau kesempatan. Informasi pada tahap ini harus teranalisis,
terintegrasi, dan terformat dengan baik.
b) Informasi pada tahap
perancangan - Pada tahap ini diasumsikan bahwa semua data yang relevan dan
dapat diakses tersedia untuk dianalisis,
B. Hakikat Teknologi Informasi
Sebelum Anda mengenal lebih jauh
tentang teknologi informasi, sebaiknya memahami terlebih dahulu pengertian
teknologi. Mengingat kebanyakan orang berpikir bahwa ”teknologi” hanya yang
berkaitan dengan mesin atau alat-alat elektronik. Oleh karena itu, berikut ini
akan dikemukakan pengertian dasar teknologi. Menurut Nasution (1995) istilah
teknologi berasal dari bahasa Yunani yaitu technologia yang menurut
Webster Dictionary berarti systematic treatment atau penanganan sesuatu
secara sistematis, sedangkan techne sebagai dasar kata teknologi bararti
art, skill, science atau keahlian, keterampilan, ilmu.
Sejalan dengan pengertian tersebut, Salisbury (1996) mengemukakan bahwa kata
teknologi, sebagaimana digunakan oleh para ilmuwan dan para filosofis ilmu
pengetahuan menunjuk kepada cara di mana kita menggunakan ilmu pengetahuan
untuk memecahkan masalah praktis. Ini mungkin tidak termasuk mesin dalam
teknologi, tetapi dalam hal ini selalu menerapkan ilmu pengetahuan. Dengan
demikian, teknologi dalam istilah yang benar, menunjuk kepada segala upaya
untuk memecahkan masalah-masalah manusia. Itu berarti suatu cara untuk mengatur
orang, peristiwa-peristiwa, dan mesin dengan menggunakan pengetahuan dan
membuktikan alat-alat, prosedur, dan teknik.
Mengacu kepada pemahaman Anda tentang
informasi dan pengertian teknologi sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka
yang harus menjadi pertanyaan Anda adalah apakah yang dimaksud dengan teknologi
informasi. Secara sederhana ”teknologi informasi” dapat dikatakan sebagai ilmu
yang diperlukan untuk mengolah informasi agar informasi tersebut dapat dicari
dengan mudah dan akurat. Isi dari ilmu tersebut dapat berupa prosedur,
cara-cara dan teknik-teknik untuk menumpulkan, menyimpan, mengolah atau
menelusuri informasi secara efisien dan efektif.
Dalam the Dictionary of Computer,
Information Processing and Telecommunications, Hariyadi (Koswara, 1998)
mengemukakan bahwa teknologi informasi diberi batasan sebagai teknologi
pengadaan, pengolahan, penyimpanan, dan penyebaran berbagai jenis informasi
dengan memanfaatkan komputer dan
POSTEST
1.
Kegiatan Belajar II
PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN
KOMUNIKASI DALAM PENDIDIKAN
I. PENDAHULUAN
1. Hakekat dan Pengertian Teknologi
Informasi dan Komunikasi
Teknologi Informasi
dan Komunikasi, TIK (bahasa Inggris: Information and Communication
Technologies; ICT) adalah payung besar terminologi yang mencakup seluruh
peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi. TIK mencakup dua
aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Teknologi informasi
meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat
bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk
memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya. Oleh karena
itu, teknologi informasi dan teknologi komunikasi adalah dua buah konsep yang
tidak terpisahkan. Jadi Teknologi Informasi dan Komunikasi mengandung pengertian
luas yaitu segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi,
pengelolaan, pemindahan informasi antar media. Istilah TIK muncul setelah
adanya perpaduan antara teknologi komputer (baik perangkat keras maupun
perangkat lunak) dengan teknologi komunikasi pada pertengahan abad ke-20.
2. Potensi TIK dalam Pembelajaran
TIK dikatakan dapat memberikan suatu solusi praktis untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan. Dalam kaitan ini, keberhasilan
untuk memecahkan masalah pendidikan/pembelajaran dan yang mengarah pada
peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan adalah sepenuhnya sangat
ditentukan oleh guru yang melaksanakan pemanfaatan TIK itu sendiri. Para
peneliti telah menyadari bahwa TIK tidak dapat diperlakukan sebagai variabel
bebas tunggal, dan prestasi belajar siswa tidak semata-mata hanya ditentukan
oleh sebaik apapun para siswa mencapai hasil tes standar tetapi ditentukan juga
oleh kemampuan siswa untuk menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi
(seperti: berpikir kritis, berpikir analitis, membuat inferensi, dan pemecahan
masalah).
Secara sederhana
dapatlah dikemukakan bahwa pada umumnya fasilitas/peralatan TIK dimanfaatkan
untuk kegiatan pembelajaran karena potensinya antara lain yang dapat:
a. Membuat konkrit konsep yang
abstrak, misalnya untuk menjelaskan sistem peredaran darah;
b. Membawa obyek yang berbahaya atau
sukar didapat ke dalam lingkungan belajar, seperti: binatang-binatang buas,
atau penguin dari kutub selatan;
c. Menampilkan obyek yang terlalu
besar, seperti pasar, candi borobudur;
d. Menampilkan obyek yang tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang, seperti: mikro organisme;
e. Mengamati gerakan yang terlalu
cepat, misalnya dengan slow motion atau time-lapse photograhy;
f. Memungkinkan siswa berinteraksi
langsung dengan lingkungannya;
g. Memungkinkan keseragaman
pengamatan dan persepsi bagi pengalaman belajar siswa;
h. Membangkitkan motivasi belajar
siswa;
i. Menyajikan informasi belajar
secara konsisten, akurat, berkualitas dan dapat diulang penggunaannya atau
disimpan sesuai dengan kebutuhan; atau
j. Menyajikan pesan atau informasi
belajar secara serempak untuk lingkup sasaran yang sedikit/kecil atau
banyak/luas, mengatasi batasan waktu (kapan saja) maupun ruang di mana saja).
TIK memiliki potensi yang sangat
besar dalam membantu peningkatan efektivitas pembelajaran berdasarkan referensi
penelitian yang dirujuk Ade Kusnandar. Potensi TIK yang dimaksudkan dikemukakan
sebagai berikut:
a. 10% informasi diperoleh dengan
cara membaca (teks).
b. 20% informasi diperoleh dengan
cara mendengar (suara).
c. 30% informasi diperoleh dengan
cara melihat (grafis/foto).
d. 50% informasi diperoleh dengan
cara melihat dan mendengar (video/animasi).
e. 80% informasi diperoleh dengan
cara berbicara.
f. 80% informasi diperoleh dengan
cara berbicara dan melakukan (interaktif).
3. Fungsi TIK dalam Pembelajaran atau
Pendidikan
1. TIK berfungsi sebagai gudang ilmu
pengetahuan, dapat berupa referensi berbagai ilmu pengetahuan yang tersedia dan
dapat diakses melalui fasilitas TIK, pengelolaan pengetahuan, jaringan pakar,
jaringan antara institusi pendidikan, dll.
2. Fungsi TIK sebagai alat bantu
pembelajaran dapat berupa alat bantu mengajar bagi guru, alat bantu belajar
bagi siswa, serta alat bantu interaksi antara guru dengan siswa.
3. Fungsi TIK sebagai fasilitas
pendidikan di sekolah dapat berupa pojok internet, perpustakaan digital, kelas
virtual, lab multimedia, papan elektronik, dll.
II. PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI
DAN KOMUNIKASI (TIK) DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN
1. Umum
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Departemen Pendidikan Amerika Serikat pada tahun 1999, dikemukakan bahwa
relatif kecil prosentase jumlah guru (20%) yang menyampaikan bahwa mereka
mempersiapkan diri secara baik untuk mengintegrasikan TIK ke dalam pembelajaran
di kelas. Sebagai contoh, seorang guru mengatakan “Saya menggunakan komputer di
kelas sebagai upaya pengayaan terhadap topik materi yang telah dibahas”, “Para
siswa menggunakan internet untuk mendapatkan berbagai informasi yang perlu bagi
laporan mereka”, “Saya menggunakan powerpoint untuk mempersiapkan semua
presentasi saya di dalam kelas” (US Department of Education, 1999).
Pertama-tama,
tentukan dulu tujuan pemanfaatan TIK dalam kegiatan pembelajaran di kelas, yang
tentunya haruslah mengacu pada tujuan pendidikan/pembelajaran yang bersifat
khusus! Apakah TIK dimanfaatkan untuk mendukung inkuiri, meningkatkan
komunikasi, memperluas akses ke berbagai sumber, membimbing siswa untuk
menganalisis dan memvisualisasikan data, memungkinkan dilakukannya pengembangan
produk, atau mendorong pengungkapan gagasan? Kedua, pilihlah jenis TIK yang sesuai
dengan kebutuhan dan dilanjutkan dengan pengembangan kurikulum.
Kembangkanlah suatu rencana untuk
mengevaluasi pekerjaan siswa dan juga penilaian dampak dari pemanfaatan
teknologi.
Pengembangan kemampuan profesional
guru yang sesuai dengan perkembangan tuntutan/ kebutuhan adalah penting untuk
dilaksanakan secara berkesinambungan. Dengan demikian, ada kesempatan bagi guru
untuk belajar, tidak hanya yang terkait dengan cara-cara pemanfaatan TIK baru
tetapi juga tentang cara-cara menyajikan materi pembelajaran yang bermakna, dan
berbagai kegiatan lainnya yang terkait dengan pemanfaatan TIK dalam kegiatan
pembelajaran di kelas. Tetapi pelatihan guru haruslah lebih dari sekedar cara
memanfaatkan TIK (termasuk komputer), tetapi sampai pada strategi pembelajaran
yang dibutuhkan untuk (infuse) keterampilan teknologis ke dalam proses belajar”
(Sulla, 1999).
2. Khusus
a. Perencanaan
Pada tahap perencanaan, sebagai
seorang guru atau instruktur pelatihan tentunya ANDA akan melakukan serangkaian
kegiatan, seperti:
merancang/mengemas
materi pelajaran,
mempersiapkan
strategi pembelajaran,
mempersiapkan
lembar kerja siswa, dan
mempersiapkan
lembar penilaian hasil belajar siswa.
b. Pelaksanaan Pemanfaatan TIK dalam Kegiatan
Pembelajaran
Pada tahap pelaksanaan pemanfaatan
TIK dalam kegiatan pembelajaran, seorang guru haruslah benar-benar yakin bahwa
fasilitas TIK yang akan dimanfaatkannya dalam keadaan berfungsi baik. Artinya,
guru harus melakukan tes terhadap fasilitas TIK sebelum digunakan dalam
kegiatan pembelajaran. Hanya dengan cara yang demikian ini diharapkan bahwa
kegiatan pembelajaran melalui pemanfaatan fasilitas TIK akan dapat berjalan
lancar.
Kemudian, para siswa juga perlu disiapkan agar
masing-masing mereka fokus terhadap materi pelajaran yang akan dibahas.
Penyiapan siswa dapat dilakukan dengan mengarahkan perhatian mereka terhadap
kompetensi yang perlu mereka kuasai pada akhir kegiatan pembelajaran. Strategi
pembelajaran yang akan diterapkan selama kegiatan pembelajaran juga perlu
dikomunikasikan kepada para siswa agar mereka memiliki kejelasan mengenai
kegiatan-kegiatan belajar yang dituntut untuk mereka lakukan.
c. Penilaian Kegiatan Pembelajaran
yang Memanfaatkan TIK
Penilaian hasil belajar siswa dalam
kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan TIK dapat dilakukan secara (a)
terintegrasi atau menyatu dalam bahan belajar siswa, baik yang berupa
pertanyaan-pertanyaan lisan sewaktu kegiatan belajar tatap muka, soal-soal
latihan secara tertulis (self-evaluation) maupun kuis, (b) tersendiri, baik
yang berupa penugasan individual atau kelompok, maupun tes.
3. Model-model Pemanfaatan TIK untuk
Kegiatan Pembelajaran
Guru mempunyai kebebasan untuk
menentukan model pemanfaatan TIK yang akan diterapkannya dalam kegiatan
pembelajaran. Penentuan model pemanfaatan TIK ini hendaknya disesuaikan dengan
berbagai kondisi yang ada, seperti: ketersediaan fasilitas TIK di sekolah (apakah
lengkap untuk setiap siswa atau siswa harus berpasangan), tingkat kemampuan
atau keterampilan guru mengoperasikan fasilitas/peralatan TIK, ketersediaan
fasilitas TIK yang dimiliki siswa, tingkat kemampuan atau keterampilan siswa
mengoperasikan fasilitas/peralatan TIK, atau tingkat aksesibilitas siswa
terhadap materi pelajaran di luar sekolah.
Apabila kondisi obyektif yang ada
memang memungkinkan siswa untuk melakukan kegiatan belajar berbasis TIK, maka
model pemanfaatan TIK yang mendukung adalah model yang terintegrasi dalam
kegiatan pembelajaran sekalipun mungkin tidak sepenuhnya. Model terintegrasi
ini hanya dapat diterapkan apabila setiap siswa telah memiliki pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan mengoperasikan fasilitas TIK di samping tidak memiliki
kendala/hambatan untuk memanfaatkan fasilitas TIK setiap saat.
Model pemanfaatan TIK untuk kegiatan
pembelajaran yang kedua yang dapat diterapkan adalah model campuran (mixed
model) dengan porsi yang lebih besar pada pemanfaatan TIK dalam kegiatan pembelajaran.
Model campuran ini dapat dibedakan menjadi:
a. Model campuran yang sebagian besar kegiatan
pembelajaran dilakukan dengan pemanfaatan TIK; hanya sebagian kecil saja dari
kegiatan
pembelajaran yang dilakukan guru
secara tatap muka. Artinya, guru memang merencanakan ada kegiatan pembelajaran
yang diselenggarakan secara tatap muka dan ada pula yang diselenggarakan
melalui pemanfaatan TIK.
b. Model campuran yang sebagian besar
kegiatan pembelajaran dilakukan secara tatap muka; sedangkan kegiatan
pembelajaran melalui pemanfaatan TIK hanya dilakukan dalam persentase yang
lebih kecil. Dalam hal ini, guru memang merencanakan ada kegiatan pembelajaran
yang diselenggarakan melalui memanfaatkan TIK.
Penerapan model campuran ini
didasarkan atas pertimbangan mengenai ketersediaan fasilitas TIK di sekolah.
Manakala fasilitas TIK yang tersedia di sekolah dapat dimanfaatkan siswa secara
individual atau setidak-tidaknya secara berpasangan, dan fasilitas TIK yang sama
juga dapat dimanfaatkan siswa di luar jam pelajaran sekolah, serta fasilitas
TIK juga tersedia di lingkungan sekitar siswa (siswa tidak akan mengalami
kesulitan atau hambatan dalam memanfaatkan fasilitas TIK), maka model campuran
yang pertama dapat diterapkan guru.
Sebaliknya, manakala fasilitas TIK
yang tersedia di sekolah terbatas jumlahnya sehingga hanya dapat dimanfaatkan
siswa secara berpasangan, trio atau bahkan kwartet, dan fasilitas TIK yang sama
tidak mungkin dimanfaatkan siswa di luar jam pelajaran sekolah, serta fasilitas
TIK yang tersedia di lingkungan sekitar siswa juga sangat terbatas, maka model
campuran yang kedua yang lebih memungkinkan untuk diterapkan guru. Artinya,
pemanfaatan TIK untuk pembelajaran hanya dilakukan dalam bentuk tugas-tugas
yang harus dilakukan para siswa.
III. E-Learning Sebagai Bentuk
Pemanfaatan TIK untuk Pembelajaran
1. Hakekat dan Karakteristik
E-Learning
Jaya Kumar C. Koran (2002), mendefinisikan
e-learning sebagai sembarang pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan
rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi
pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Ada pula yang menafsirkan e-learning
sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet.
Sedangkan Dong (dalam Kamarga, 2002) mendefinisikan e-learning sebagai kegiatan
belajar asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh
bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya. Atau e-learning didefinisikan
sebagai berikut : e-Learning is generic term for all technologically supported
learning using an array of teaching and learning tools as phone bridging, audio
and videotapes, teleconferencing, satellite transmissions, and the more
recognized web-based training or computer aided instruction also commonly
referred to as online courses (Soekartawi, Haryono dan Librero, 2002).
Rosenberg (2001) menekankan bahwa
e-learning merujuk pada penggunaan teknologi internet untuk mengirimkan
serangkaian solusi yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Hal
ini senada dengan Cambell (2002), Kamarga (2002) yang intinya menekankan
penggunaan internet dalam pendidikan sebagai hakekat e-learning. Bahkan Onno W.
Purbo (2002) menjelaskan bahwa istilah “e” atau singkatan dari elektronik dalam
e-learning digunakan sebagai istilah untuk segala teknologi yang digunakan
untuk mendukung usaha-usaha pengajaran lewat teknologi elektronik internet.
Internet, Intranet,
satelit, tape audio/video, TV interaktif dan CD-ROM adalah sebahagian dari
media elektronik yang digunakan Pengajaran boleh disampaikan secara
‘synchronously’ (pada waktu yang sama) ataupun ‘asynchronously’ (pada waktu
yang berbeda). Materi pengajaran dan pembelajaran yang disampaika melalui media
ini mempunyai teks, grafik, animasi, simulasi, audio dan video. Ia juga harus
menyediakan kemudahan untuk ‘discussion group’ dengan bantuan profesional dalam
bidangnya.
Perbedaan
Pembelajaran Tradisional dengan e-learning yaitu kelas ‘tradisional’, guru
dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu
pengetahuan kepada pelajarnya. Sedangkan di dalam pembelajaran ‘e-learning
fokus utamanya adalah pelajar. Pelajar mandiri pada waktu tertentu dan
bertanggung-jawab untuk pembelajarannya. Suasana pembelajaran ‘e-learning akan
‘memaksa’ pelajar memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya.
Pelajar membuat perancangan dan mencari materi dengan usaha, dan inisiati
sendiri.
Khoe Yao Tung (2000) mengatakan bahwa setelah
kehadiran guru dalam arti sebenarnya, internet akan mmenjadi suplemen dan komplemen dalam
menjadikan wakil guru yang mewakili sumber belajar yang penting di dunia.
Cisco (2001) menjelaskan filosofis e-learning
sebagai berikut. Pertama, elearning merupakan penyampaian informasi,
komunikasi, pendidikan, pelatihan secara on-line. Kedua, e-learning menyediakan
seperangkat alat yang dapat memperkaya nilai belajar secara konvensional (model
belajar konvensional, kajian terhadap buku teks, CD-ROM, dan pelatihan berbasis
komputer) sehingga dapat menjawab tantangan perkembangan globalisasi. Ketiga,
e-learning tidak berarti menggantikan model belajar konvensional di dalam
kelas, tetapi memperkuat model belajar tersebut melalui pengayaan content dan
pengembangan teknologi pendidikan. Keempat, Kapasitas siswa amat bervariasi
tergantung pada bentuk isi dan cara penyampaiannya. Makin baik keselarasan
antar conten dan alat penyampai dengan gaya belajar, maka akan lebih baik
kapasitas siswa yang pada gilirannya akan memberi hasil yang lebih baik.
Sedangkan
Karakteristik e-learning, antara lain. Pertama, Memanfaatkan jasa teknologi
elektronik; di mana guru dan siswa, siswa dan sesama siswa atau guru dan sesama
guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh
hal-hal yang protokoler. Kedua, Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media
dan computer networks). Ketga, Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self
learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan
siswa kapan saja dan di mana saja bila yang bersangkutan memerlukannya.
Keempat, Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar
dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap
saat di komputer.
Untuk dapat menghasilkan e-learning
yang menarik dan diminati, Onno W. Purbo (2002) mensyaratkan tiga hal yang
wajib dipenuhi dalam merancang elearning, yaitu : sederhana, personal, dan
cepat. Sistem yang sederhana akan memudahkan peserta didik dalam memanfaatkan
teknologi dan menu yang ada, dengan kemudahan pada panel yang disediakan, akan
mengurangi pengenalan sistem e-learning itu sendiri, sehingga waktu belajar
peserta dapat diefisienkan untuk proses belajar itu sendiri dan bukan pada
belajar menggunakan sistem e-learning-nya. Syarat personal berarti pengajar
dapat berinteraksi dengan baik seperti layaknya seorang guru yang berkomunikasi
dengan murid di depan kelas. Dengan pendekatan dan interaksi yang lebih
personal, peserta didik diperhatikan
kemajuannya, serta dibantu segala persoalan yang dihadapinya. Hal ini akan
membuat peserta didik betah berlama-lama di depan layar komputernya. Kemudian
layanan ini ditunjang dengan kecepatan, respon yang cepat terhadap keluhan dan
kebutuhan peserta didik lainnya. Dengan demikian perbaikan pembelajaran dapat
dilakukan secepat mungkin oleh pengajar atau pengelola.
2. Teknologi Pendukung E-Learning
Dalam prakteknya
e-learning memerlukan bantuan teknologi. Karena itu dikenal istilah: computer
based learning (CBL) yaitu pembelajaran yang sepenuhnya menggunakan komputer;
dan computer assisted learning (CAL) yaitu pembelajaran yang menggunakan alat
bantu utama computer.
Teknologi
pembelajaran terus berkembang. Namun pada prinsipnya teknologi tersebut dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu: Technology based learning dan Technology
based web-learning. Technology based learning ini pada prinsipnya terdiri dari
Audio Information Technologies (radio, audio tape, voice mail telephone) dan
Video Information Technologies (video tape, video text, video messaging).
Sedangkan technology based web-learning pada dasarnya adalah Data Information
Technologies (bulletin board, Internet, e-mail, tele-collaboration).
Dalam pelaksanaan
pembelajaran sehari-hari, yang sering dijumpai adalah kombinasi dari teknologi
yang dituliskan di atas (audio/data, video/data, audio/video). Teknologi ini
juga sering di pakai pada pendidikan jarak jauh (distance education),
dimasudkan agar komunikasi antara murid dan guru bisa terjadi dengan keunggulan
teknologi e-learning ini.
Di antara banyak
fasilitas internet, menurut Onno W. Purbo (1997), “ada lima aplikasi standar
internet yang dapat digunakan untuk keperluan pendidikan, yaitu email, Mailing
List (milis), News group, File Transfer Protocol (FTC), dan World Wide Web
(WWW)”.
Sedangkan Rosenberg (2001) mengkatagorikan tiga
kriteria dasar yang ada dalam e-learning. Pertama, e-learning bersifat
jaringan, yang membuatnya mampu memperbaiki secara cepat, menyimpan atau
memunculkan kembali, mendistribusikan, dan sharing pembelajaran dan informasi.
Kedua, e-learning dikirimkan kepada pengguna melalui komputer dengan
menggunakan standar teknologi internet. Ketiga, e-learning terfokus pada
pandangan pembelajaran yang paling luas, solusi pembelajaran yang menggungguli
paradikma tradisional dalam pelatihan.
Ada beberapa
alternatif paradigma pendidikan melalui internet ini yang salah satunya adalah
system “dot.com educational system” (Kardiawarman, 2000). Paradigma ini dapat
mengitegrasikan beberapa system seperti, Pertama, paradigm virtual teacher
resources, yang dapat mengatasi terbatasnya jumlah guru yang berkualitas,
sehingga siswa tidak haus secara intensif memerlukan dukungan guru, karena
peranan guru maya (virtual teacher) dan sebagian besar diambil alih oleh system
belajar tersebut. Kedua, virtual school system, yang dapat membuka peluang
menyelenggarakan pendidikan dasar, menengah dan tinggi yang tidak memerlukan
ruang dan waktu. Keunggulan paradigma ini daya tampung siswa tak terbatas.
Siswa dapat melakukan kegiatan belajar kapan saja, dimana saja, dan darimana
saja. Ketiga, paradigma cyber educational resources system, atau dot com
leraning resources system. Merupakan pedukung kedua paradigma di atas, dalam
membantu akses terhadap artikel atau jurnal elektronik yang tersedia secara
bebas dan gratis dalam internet.
Penggunaan
e-learning tidak bisa dilepaskan dengan peran Internet. Menurut Williams
(1999). Internet adalah ‘a large collection of computers in networks that are
tied together so that many users can share their vast resources’.
3. Pengembangan Model
Pendapat Haughey
(1998) tentang pengembangan e-learning. Menurutnya ada tiga kemungkinan dalam
pengembangan sistem pembelajaran berbasis internet, yaitu web course, web
centric course, dan web enhanced course.
Web course adalah penggunaan internet
untuk keperluan pendidikan, yang mana peserta didik dan pengajar sepenuhnya
terpisah dan tidak diperlukan adanya tatap muka. Seluruh bahan ajar, diskusi,
konsultasi, penugasan, latihan, ujian, dan kegiatan pembelajaran lainnya
sepenuhnya disampaikan melalui internet. Dengan kata lain model ini menggunakan
sistem jarak jauh.
Web centric course adalah penggunaan internet
yang memadukan antara belajar jarak jauh dan tatap muka (konvensional).
Sebagian materi disampikan melalui internet, dan sebagian lagi melalui tatap
muka. Fungsinya saling melengkapi. Dalam model ini pengajar bisa memberikan
petunjuk pada siswa untuk mempelajari materi pelajaran melalui web yang telah
dibuatnya. Siswa juga diberikan arahan untuk mencari sumber lain dari
situs-situs yang relevan. Dalam tatap muka, peserta didik dan pengajar lebih
banyak diskusi tentang temuan materi yang telah dipelajari melalui internet
tersebut.
Web enhanced course adalah
pemanfaatan internet untuk menunjang peningkatan kualitas pembelajaran yang
dilakukan di kelas. Fungsi internet adalah untuk memberikan pengayaan dan
komunikasi antara peserta didik dengan pengajar, sesama peserta didik, anggota
kelompok, atau peserta didik dengan nara sumber lain. Oleh karena itu peran
pengajar dalam hal ini dituntut untuk menguasai teknik mencari informasi di
internet, membimbing mahasiswa mencari dan menemukan situs-situs yang relevan
dengan bahan pembelajaran, menyajikan materi melalui web yang menarik dan
diminati, melayani bimbingan dan komunikasi melalui internet, dan kecakapan
lain yang diperlukan.
4. Kelebihan dan Kekurangan
E-Learning
Petunjuk tentang manfaat penggunaan internet,
khususnya dalam pendidikan terbuka dan jarak jauh (Elangoan, 1999; Soekartawi,
2002; Mulvihil, 1997; Utarini, 1997), antara lain. Pertama, Tersedianya
fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah
melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan
berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu.
Kedua, Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang
terstruktur dan terjadual melalui internet, sehingga keduanya bisa saling
menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari. Ketiga, Siswa dapat belajar
atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan
mengingat bahan ajar tersimpan di komputer. Keempat, Bila siswa memerlukan
tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat
melakukan akses di internet secara lebih mudah. Kelima, Baik guru maupun siswa
dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah
peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih
luas. Keenam, Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif.
Ketujuh, Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari
perguruan tinggi atau sekolah konvensional.
Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau
e-learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik
(Bullen, 2001, Beam, 1997), antara lain. Pertama, Kurangnya interaksi antara
guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini
bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar. Kedua,
Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya
mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial. Ketiga, Proses belajar dan
mengajarnya cenderung ke arah pelatihan dari pada pendidikan. Keempat,
Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran
konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang
menggunakan ICT. Kelima, Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang
tinggi cenderung gagal. Keenam, Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet.
Ketujuh, Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki keterampilan dibidang
TIK.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Teknologi_Informasi_Komunikasi
Antonius Aditya Hartanto dan Onno W. Purbo, E-Learning
berbasis PHP dan MySQL, Penerbit Elex Media Komputindo, Jakarta, 2002.
Asep Saepudin, Penerapan Teknologi Informasi Dalam
Pendidikan Masyarakat, Jurnal Teknodik, Edisi No.12/VII/Oktober/2003.
Budi Rahardjo, Proses e-Learning di Perguruan Tinggi,
Seminar & Workshop, ITB, 11 Desember 2003.
___________, Internet Untuk Pendidikan,
http://budi.insan.com, 2001.
___________, Pemanfaatan Teknologi Informasi di
Perguruan Tinggi,
Jaya Kumar C. Koran, Aplikasi ‘E-Learning’ Dalam
Pengajaran Dan Pembelajaran Di Sekolah-Sekolah Malaysia: Cadangan Perlaksanaan
Pada Senario Masa Kini, Pasukan Projek Rintis Sekolah Bestari Bahagian
Teknologi Pendidikan, Kementerian Pendidikan Malaysia. Oos M. Anwas, Model
Inovasi E-Learning Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan, Jurnal Teknodik,
Edisi No.12/VII/Oktober/2003.
Romi Satria Wahono, Strategi Baru Pengelolaan Situs
eLearning Gratis, http://www.ilmukomputer.com, 2003.
Soekartawi,
Prinsip Dasar E-Learning: Teori Dan Aplikasinya Di Indonesia, Jurnal
Teknodik, Edisi No.12/VII/Oktober/2003.